DPR Berjanji Berbenah Pasca Insiden Rantis Brimob Lindas Ojol: Komitmen atau Sekadar Pencitraan?
News Polewali– Insiden mobil kendaraan taktis (rantis) Brimob yang melindas pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan, pada Kamis malam, bukan hanya memantik amuk massa tetapi juga memaksa institusi tertinggi di parlemen Indonesia untuk merespons. Ketua DPR RI, Puan Maharani, tampil ke depan menyatakan komitmennya untuk “berbenah” dan lebih mendengar aspirasi masyarakat. Namun, di tengah gelombang demonstrasi besar-besaran yang menuntut transparansi dan keadilan, pertanyaannya adalah: apakah ini langkah perbaikan yang tulus atau sekadar respons reaktif untuk meredam kemarahan publik?
Gelombang unjuk rasa yang melanda sejumlah daerah, termasuk Jakarta, pada pekan ini dipicu oleh laporan mengenai tunjangan rumah dan penghasilan fantastis yang dinikmati anggota DPR. Kritik publik yang tajam justru direspons dengan cara-cara yang dianggap arogan dan tidak empatik oleh beberapa anggota dewan, memperkeruh situasi dan memicu eskalasi demonstrasi.
Pernyataan Puan Maharani: Permintaan Maaf dan Janji Berbenah
Puan Maharani menyampaikan pernyataan resmi. Politikus PDIP ini mengklaim bahwa DPR akan terus berbenah dalam mendengar aspirasi rakyat. “DPR RI akan terus berbenah dalam mendengar aspirasi rakyat,” ujarnya
permintaan maaf yang disampaikan Puan. “Atas nama seluruh anggota dan pimpinan DPR RI, kami meminta maaf apabila belum sepenuhnya dapat menjalankan tugas kami sebagai wakil rakyat,” katanya. Ini adalah langkah yang jarang dilakukan oleh pimpinan DPR, terlebih dalam konteks tekanan publik yang masif.
Permintaan maaf dan janji berbenah dari Puan patut diapresiasi sebagai langkah awal pengakuan bahwa ada yang salah dalam representasi DPR terhadap rakyat. Namun, sejarah panjang menunjukkan bahwa janji perbaikan dari institusi politik seringkali berhenti pada retorika, terutama ketika tekanan publik mereda.

Baca Juga: Pohon Kelapa Tumbang Timpa Rumah Warga Rp 5 Juta Melayang
Jalan Panjang Menuju Pemulihan Kepercayaan
Insiden Affan Kurniawan adalah titik puncak dari krisis kepercayaan yang telah lama membangun. Permintaan maaf dari Puan adalah langkah simbolis yang penting, tetapi tidak cukup.
Tragedi Affan Kurniawan dan gelombang demonstrasi adalah cermin dari kegagalan representasi. Pernyataan Puan Maharani adalah sinyal bahwa DPR menyadari betapa parahnya krisis ini. Namun, kata-kata tidak akan berarti tanpa tindakan nyata.
Masyarakat kini menunggu bukti. Apakah DPR benar-benar serius “berbenah”, atau ini hanya sekadar pencucian citra di tengah badai? Jawabannya tidak terletak pada pernyataan pers, tetapi pada tindakan nyata yang dapat dirasakan rakyat dalam minggu-minggu dan bulan-bulan ke depan. Kepercayaan tidak bisa dibangun dengan permintaan maaf, tetapi dengan konsistensi, transparansi, dan integritas yang terbukti.








